Img

Kiat Manajemen : Pemimpin Harus Piawai Berbisnis (bag. 1/2)

"Pemimpin yang mampu bersahabat dengan realita dan kemudian mampu mendongkrak kinerja organisasi apabila ia piawai dalam berbisnis dan memiliki rasa ingin tahu yang tiada habisnya"

Sidang pembaca yang budiman, silahkan Anda datang ke kantor pos, baik itu kantor pos besar yang ada di kota besar atau kantor pos yang menyempil di kecamatan nun jauh dari kota besar. Bisa pula Anda mampir ke gerai-gerai kantor pos yang ada di kota Anda.

Apa yang akan Anda dapati? kantor pos itu penuh oleh para pelanggan. Tak kalah ramainya dibanding dengan kantor cabang bank nasional. Para pelanggan ini memiliki berbagai kepentingan dengan kantor pos.

Mulai dari mengirim surat, ambil atau kirim uang, mengirim paket yang beratnya berkilo-kilo, membayar listrik, PAM, Internet, telepon, cicilan motor hingga sekedar membeli materai. Itulah kondisi kantor pos (dengan nama PT Pos Indonesia) kontemporer. Kantor pos menjelma menjadi ‘supermarket’ yang menjajakan aneka jasa dan produk.

Kondisi ini terjadi karena Pos Indonesia mengubah haluan bisnisnya, dari postal company menjadi network company. Jika dulu sebagai perusahaan postal Pos Indonesia sekadar menjadi kurir bagi pelanggannya yang hendak berkirim surat, uang atau barang.

Sesudah berubah menjadi perusahaan jaringan (network company), Pos Indonesia selain bergerak pada wilayah yang menjadi bidang kerja tradisionalnya, juga menyasar pada bisnis warehousing, freight forwarding, remittances, pos pay, bank channeling, properti, hingga ritel (baik nyata maupun virtual). Berbagai bidang ini yang menyebabkan kantor pos selalu ramai dikunjungi pelanggannya.

Perubahan radikal ini (dalam bahasa manajemen lazim disebut transformasi) tentu digulirkan oleh pemimpin yang juga “radikal”. Tak salah sejak Agustus 2009, Pos Indonesia dikawal oleh I Ketut Mardjana, doktor bisnis lulusan Monash University Australia.

Sebagai CEO, I Ketut Mardjana mampu menggabungkan ilmu bisnis kontemporer yang didapatnya dibangku kuliah dengan praktik nyata pada perusahaan. Ilmu bisnisnya menjadi relevan ketika dihadapkan pada kondisi PT Pos Indonesia yang babak belur.

Pos Indonesia kehilangan identitas ditengah perubahan super cepat bisnis yang dijalani. Pos Indonesia nyaris seperti fosil dinosaurus, terlalu besar untuk dirobohkan, dan terlalu mahal untuk dibinasakan. Ia harus diselamatkan walaupun pada organisasinya (terutama keuangan) berdarah-darah.

(Bersambung ke bag. 2/2)

Sumber : Bisnis Indonesia, 08.04.13.