Img

Daya Saing Logistik: Peringkat Naik, Infrastruktur Stagnan (bag. 2/2)

TANTANGAN ASIA

Masing-masing regional memilki permasalahan logistik yang beragam. Jika Eropa dipandang sebagai pasar yang terfragmentasi, para pengirim barang dan jasa global saat ini menilai Asia sebagai satu pasar tunggal.

Berdasarkan laporan terbaru dari perusahaan spesialis riset Transport Intelligence (Ti), perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat cenderung mendapatkan dinamika yang lebih baik di area dagang Asia.

“Pertumbuhan ekonomi di Asia tidak begitu signifikan pada 2011 akibat lemahnya permintaan di pasar negara-negara berkembang, terutama sejak adanya krisis di zona Euro,” ujar CEO Ti John Manners-Bell. “Bagaimanapun, investasi secara umum mengalami peningkatan dan pola konsumsi tetap kuat.”

China masih mewakili perekonomian besar di Asia, dengan tingkat pertumbuhan dua kali lebih besar dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand.

Sementara itu, tingkat pertumbuhan Korea Selatan dan Taiwan tetap masih lebih rendah dibandingkan dengan China akibat melemahnya ekspor. Vietnam, di sisi lain, mencapai pertumbuhan sebesar satu digit akibat menguatnya hasil industri dan konsumsi.

Analis Ti mengatakan Indonesia sebenarnya berpotensi menjadi salah satu negara dengan perekonomian terkuat di kawasan Asia, dengan proyeksi peningkatan angka penjualan ritel hingga 25% per tahun.

Sementara itu, Malaysia dan Thailand masih harus memulihkan diri dari gangguan rantai suplai. Namun, kedua negara diprediksi tidak akan terlalu terpengaruh oleh melemahnya pasar ekspor di Eropa. “Sementara pasar Barat sedang stagnan, perekonomian di banyak negara Asia Tenggara memiliki prospek pertumbuhan yang kuat karena adanya perdagangan intra-regional,” ujar Manners-Bell.

Di saat target integrasi logistik Asean sudah harus dapat terpenuhi pada 2013, performa industri logistik Indonesia dinilai masih berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Carmelita Hartoto, Ketua Indonesian National Shipoweners Asscociation (INSA) memberikan beberapa catatan. Menurutnya, kenaikan peringkat logistik sesuai versi Bank Dunia lebih merepresentasikan kontribusi perusahaan-perusahaan logistik dan transportasi yang didominasi oleh swasta.

Data Bank Dunia itu sudah cukup menjelaskan bagaimana kiprah perusahaan logistik swasta dalam menciptakan daya saing logistik Indonesia yang lebih efisien. Namun, menurut Carmelita, data tersebut tidak ditelaah secara utuh sehingga kontribusi dan masukan pihak swasta cenderung diremehkan, bahkan kerap kali ditolak oleh beberapa pihak.

“Sekarang kita dihadapkan pada kenyataan di mana sektor logistik harus bertempur dengan pihak asing, dan konglomerasi perusahaan dari negara-negara yang terkait dengan transportasi dan logistik,” lanjutnya. Kedua hal tersebut dapat mengancam nasib perusahaan logistik swasta di Indonesia.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah wajib turun tangan dengan tidak membiarkan pelaku usaha logistik swasta gulung tikar, memacu proyek percepatan infrastruktur, dan menekan tingginya tarif antarpelabuhan.

Saat ini Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur tentang penurunan biaya logistik sembari menjalankan proses Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Inpres ini sangat penting mengingat waktu menuju Asean Economic Community 2015 semakin dekat.

Selesai.

Sumber : Hedwi Prihatmoko & Wike Dita Herlinda - Editor : Martin Sihombing

Dimuat : Bisnis Indonesia, 14.05.13.