Img

Daya Saing Logistik: Peringkat Naik, Infrastruktur Stagnan (bag. 1/2)

-- Peningkatan kinerja logistik diupayakan dengan menurunkan rasio biaya logistik terhadap PDB 1%-2% dibandingkan dengan 2010. Peningkatan daya saing logistik nasional diklaim sebagai dominasi peran swasta --

BISNIS.COM, JAKARTA—Infrastruktur logistik Indonesia masih belum mengalami perbaikan sejak 2010, meskipun ranking Indonesia dalam Logistic Performance Index (LPI) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia mengalami peningkatan dari posisi 75 pada 2010 menjadi 59 pada 2012.

Penilaian itu membandingkan 155 negara yang disurvei, jumlah responden negara masih sama dengan survei pada 2010. Ada enam aspek yaitu efisiensi proses bea cukai, kemudahan dalam pengiriman internasional, kompetensi logistik, kemampuan melacak dan mengetahui status pengiriman, ketepatan waktu dan infrastruktur yang dinilai. Sayangnya, khusus infrastruktur, Indonesia dinilai tak kunjung berubah signifikan.

Amalia Adininggar Widyasanti, Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas, mengatakan pemerintah memiliki beberapa target peningkatan infrastruktur untuk dicapai pada 2014, antara lain peningkatan volume dry port sebesar 20%, pembangunan tiga pusat distribusi regional, dan peningkatan infrastruktur pelabuhan serta konektivitas menuju dan/atau dari pelabuhan.

“Infrastruktur memang masih agak lemah, tetapi pemerintah sedang serius mengerjakan peningkatan logistik untuk menurunkan rasio biaya logistik [terhadap PDB] 1%-2% dibandingkan dengan 2010,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (27/4/2013) malam.

Amalia menuturkan peningkatan volume dry port diupayakan melalui sosialisasi ke shipping liners untuk menggunakandry port sebagai pelabuhan tujuan dan proses pemeriksaan kontainer yang juga dilakukan di dry port.

Pasalnya, tingkat kepadatan Pelabuhan Tanjung Priok sudah sangat tinggi dan saat ini menanggung sekitar 2/3 volume perdagangan internasional.

Adapun pembangunan 3 pusat distribusi regional (PDR) baru pada 2014, pemerintah saat ini masih melakukan pengkajian wilayah yang tepat.

“Awalnya kan ingin dibangun di kawasan ekonomi khusus [KEK], tetapi karena tahapan pengembangan KEK-nya masih panjang, belum bisa dibangun PDR di situ. Makanya akan dialihkan ke tempat lain,” ujarnya.

Meskipun penilaian terhadap infrastruktur masih lemah, Amalia mengatakan indikator lain, seperti bea cukai, pengapalan internasional, tracking and tracing system, dan waktu penerimaan barang mengalami peningkatan.

Dia mengatakan peningkatan tersebut dicapai dengan melakukan peningkatan biaya okupasi kontainer di pelabuhan supaya importir segera mengambl kontainernya.

Selain itu, sambungnya, pemerintah juga telah melakukan otomasi sistem kepelabuhanan, seperti penerapan cargo link untuk menekan waktu tunggu, auto gate system untuk percepatan arus keluar masuk barang, dan perluasannational single window untuk mempermudah proses perizinan.

Namun dalam laporan Logistic Performance Index 2012, Bank Dunia menilai kenaikan biaya okupasi dan peningkatan monitoring arus logistik belum mampu menurunkan waktu tunggu secara substansial. Peningkatan dan perluasan infrastruktur dinilai mampu memberikan perbaikan yang lebih besar.

Di sisi lain, walaupun mengalami peningkatan ke posisi 59, posisi Indonesia masih berada di bawah beberapa negara sekawasan, seperti Malaysia (posisi 29), Thailand (posisi 38), Filipina (posisi 52), dan Vietnam (posisi 53).

“..Logistik ibarat bola dan rantai dalam sebuah peperangan bersenjata..” -Heinz Guderian.

Di kala setiap negara tidak dapat lari dari tuntutan untuk membuka pasar, perhatian terhadap industri logistik internasional juga semakin meningkat. Negara-negara semakin menyadari pentingnya peran industri logistik global yang dapat menunjang arus perdagangan lintas batas mereka.

Industri logistik global sendiri sangat berperan penting dalam perencanaan, pengendalian, dan pengaturan pergerakan serta pemasokan barang, jasa dan informasi lintas batas negara mulai dari tingkat penyedia bahan mentah hingga ke konsumen. Logistik global juga mencakup pengaturan barang-barang kembalian dan kontainer.

Menurut David J. Closs, profesor dari Michigan State University, ada banyak manfaat yang dapat diperoleh perusahaan apabila industri logistik internasional berjalan dengan baik. Selain biaya pengadaan yang relatif lebih rendah, keuntungan lain yang dapat diraih adalah pangsa pasar yang lebih besar serta skala perekonomian yang dapat lebih ditingkatkan.

Untuk dapat merasakan manfaat-manfaat tersebut, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang strategi pemasaran global wajib menekankan pada global sourcing. Mereka juga harus mempertimbangkan tentang rantai suplai.

Semakin panjang rantai suplai, semakin banyak juga kerja sama dan koordinasi yang dibutuhkan antara bagian produksi, pemasaran, pembelian dan kelompok pengelola logistik. “Memusatkan produksi global pada titik-titik yang terbatas akan menurunkan biaya barang per unit, dan secara serentak mengurangai basis aset perusahaan,” jelas Closs.

Menurut studi tentang manajemen rantai suplai global dari Southern Illinois University Edwardsville, pada dasarnya terdapat empat macam tantangan yang dihadapi oleh industri logistik global saat ini. Tantangan-tantangan tersebut antara lain semakin tingginya tingkat permintaan, semakin jauhnya jarak, semakin meluasnya keperluan dokumentasi, dan perbedaan budaya tiap-tiap negara.

James F. Robeson—dalam bukunya yang berjudul “The  Logistics Handbook”— menyarankan strategi logistik global perlu dibangun dengan perencanaan logistik yang diintegrasikan ke dalam sistem strategi suatu perusahaan. Departemen logistik, menurutnya, harus dibekali dengan visi yang jelas dan harus memperhitungkan pengeluaran secara berkala.

Selain itu, Robeson menggarisbawahi pentingnya pengelola ekspor-impor memastikan setiap elemen rantai suplai logistik terintegrasi dalam satu manajemen, mulai dari tahap asal hingga ke tempat tujuan. Kesempatan untuk mengintegrasikan operasi domestik dan internasional juga harus didapatkan guna mendongkrak volume total suatu perusahaan.

(Bersambung ke bagian 2/2)

Sumber : Hedwi Prihatmoko & Wike Dita Herlinda - Editor : Martin Sihombing

Dimuat : Bisnis Indonesia, 14.05.13.