Img

‘Pitfall’ Dalam Implementasi Sistem ERP

Oleh : Karya Bakti Kaban

Pernah pada suatu saat dalam satu acara seminar, saya berdiskusi dengan salah seorang peserta dimana dia mengeluhkan tentang implementasi sistem ERP (Enterprise Resources Planning) di perusahaannya yang tidak menuai hasil yang baik seperti yang di harapkan, bahkan dalam tahap implementasinya saja terjadi kegagalan. Disisi lain untuk implementasi itu sendiri mereka mengeluarkan biaya dan waktu yang tidak sedikit.

Mereka membentuk team untuk menyeleksi ERP yang akan dipilih, kemudian biaya yang mereka keluarkan untuk implementasi sendiri yang cukup besar ditambah lagi dengan effort yang mereka keluarkan selama proses implementasi dimana disaat awal di-planningkan akan memakan waktu sekitar 6 – 8 bulan yang mana pada kenyataanya ternyata menghabiskan waktu yang lebih dari 1 tahun. Ditambah lagi setelah implementasi dan sistem sudah ‘go live’, apa yang diharapkan ternyata jauh dari perkiraan, ibarat pepatah mengatakan ‘jauh panggang dari api’. 

Dari diskusi itu saya jadi berniat untuk mencoba membuat tulisan tentang apa saja yang menjadi ‘pitfall’ dalam implementasi ERP serta bagaimana penanggulangannya sesuai dengan pengalaman yang kami dapatkan selama ini di klien kami. 

ERP adalah suatu kombinasi dari seni (art) dan ilmu pengetahuan (science) untuk melakukan improve dalam perusahaan dari mulai dari penyediaan komponen bahan baku (raw material) sampai menjadi products atau services. Disini suatu sistem dilakukan untuk mengintegrasikan semua fungsi dari bagian atau departemen di perusahaan didalam satu sistem komputer yang mampu melayani semua kebutuhan dari semua bagian/departemen tersebut. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem ini akan ada single database untuk semua informasi yang ada sehingga memudahkan sharing data maupun informasi dan komunikasi antar bagian/departemen. Kalau istilah dahulu dikatakan bahwa setiap bagian/departemen di satu perusahaan merupakan ‘island- island’ yang terpisah antara satu dengan yang lainnya, maka dengan sistem ERP hal ini dihilangkan sehingga menjadi satu island yang besar.

Menurut data dari IDC Asia Pasifik, investasi TI dari perusahaan-perusahaan di Indonesia bahwa angka dari kontribusi belanja software atau sistem diperkirakan sekitar 40% dari total belanja TI, sehingga bisa dikatakan kontribusinya memang cukup signifikan. Alokasi dana sebesar itu yang tujuannya mengintegrasikan semua proses bisnis, efisiensi, meningkatkan produktivitas, mengelola SDM, memuaskan dan mengoptimalkan pelanggan itu, memang sudah seharusnya dilakukan. Sebab, jika visi dan implementasi benar, hasilnya sungguh luar biasa.

Di Amerika Serrikat, misalnya, sejak pertengahan 1990-an banyak top eksekutifnya berani mengambil risiko menerapkan teknologi baru dan cara baru berbisnis untuk memacu produktivitas, pemangkasan biaya, dan memuaskan pelanggan. Hasilnya, perusahaan nonkeuangan di sana rata-rata berhasil mendongkrak 25% produktivitas mereka.

Namun masalahnya, banyak juga dari investasi itu yang tak jelas juntrungan-nya atau masalah didalam implementasinya seperti dipaparkan di awal tulisan ini.Dan itu tak hanya terjadi di Indonesia. Data dari hasil studi The Standish Group, menyebutkan hanya 28% proyek TI besar yang mampu mencapai harapan atau sukses seperti yang di harapkan yang jika kita bicara dalam angka berarti 72% yang gagal! Jika kita tilik faktor dari penyebab kegagalan khususnya dalam hal implementasi ERP bisa di sebutkan sebagai berikut:

*       Management suport and sponsorship Seperti kita sebutkan diawal bahwa ERP adalah sistem yang cross fuction di sebuah perusahaan yang mengintegrasikan berbagai bagian/departemen yang tentunya juga dengan berbagai kepentingan dan ‘ego’ masing-masing pimpinan bagian/departemen. Proses penerapan ERP ini harus melalui proses top down, artinya dimulai dari top eksekutif yang kemudian di turunkan ke bawah. Satu hal mutlak dibutuhkan adalah adanya executive sponsor untuk proyek ini yang memiliki otoritas yang cukup terhadap semua bagian/departemen yang ada. Tanpa otoritas yang cukup maka akan sulit bagi sponsor ini untuk menjalankan proyek. Tugas dan fungsi dari sponsor ini adalah mendefinisikan dan mengontrol lingkup proyek, menyediakan guidance dan direction, dan tentu yang terpenting juga adalah untuk melakukan empowering terhadap team yang terlibat dalam implementasi.  Sang sponsor ini haruslah membentuk steering comitee yang bertugas untuk memantau perkembangan proyek. Berdasarkan pengalaman biasanya yang menjadi sponsor adalah orang tertinggi di perusahaan atau orang yang memiliki posisi cukup tinggi dan paling diterima dan disegani oleh semua bagian/departemen yang ada. 

*       Full time Project Manager Untuk proyek implementasi seperti ini yang melibatkan banyak pihak dari berbagai departemen dan juga dari pihak luar (vendor - konsultan) yang melakukan implementasi, tentu dibutuhkan seseorang yang dedicated dan full time untuk memanagenya sehingga untuk ini dibutuhkan seorang Project Manager (PM). PM berfungsi untuk memanage semua resources dan time table yang ada baik internal maupun eksternal, termasuk juga untuk perencanaan dan kontrolnya. Seharusnya PM ini langsung report ke executive yang jadi sponsor dan assigment-nya adalah fulltime dan dengan KPI-nya adalah keberhasilan implementasi proyek on time dan on schedule, on spec dan tentu juga within budget.

*       Readiness (employee dan anggota  team implementasi) Hal ini juga sangat mempengaruhi sukses tidaknya implementasi ERP. Team member harus siap meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam hal implementasi ini. Proses implementasi tidak boleh berdasarkan ‘mood’. Selain itu harus diyakinkan bagi team member bahwa konsultan hanya berfungsi sebagai membantu dalam hal implementasi, jangan sampai dianggap bahwa sang konsultan yang harus mengerjakan semuanya dan anggota team internal hanya sebagai pelengkap, justru sebaliknya anggota teamlah yang harus paling berperan aktif karena mereka yang paling tahu proses bisnis yang ditempatnya.

Pernah kejadian saat kita melakukan implementasi di satu perusahaan bahkan ada asumsi dari team internal perusahaan tersebut bahwa semua pekerjaan harus dilakukan oleh konsultan termasuk juga untuk download maupun upload data bahkan sampai melakukan entry data segala yang mana seharusnya ini adalah tugas team internal. Bisa dibayangkan jika setelah go live nanti dan si konsultan sudah tidak ada lagi, nah siapa yang akan melakukan tugas-tugas ini?

Tentu pihak internal persuahaan sendiri.Selain itu seluruh karyawan juga harus siap dengan perubahan yang ada.Kesiapannya tidak hanya dalam sikap/prilaku tapi juga dalam hal mental dan tentu saja dalam knowledge.Akan sia-sia aja kita sediakan sistem warehouse yang on line tapi karyawan bagian warehouse tidak melakukan update data/informasi secara teratur, atau meski sudah ada aplikasi yang menyediakan fasilitas tersebut tapi karyawan masih tetap melakukannya secara manual. Hal lain yang perlu juga diperhatikan adalah terkadang adanya penolakan dari karyawan terhadap implementasi sistem yang ada. Alasan yang biasanya adalah karena takut otoritasnya akan berkurang karena sudah ada sistem atau takut pekerjaanya diketahui orang lain karena adanya sharing data sampai dengan ketakutan jika sampai implementasi lantas akan ada rasionalisasi karyawan.

Kesiapan yang seperti ini yang bisa membuat team implementasi bekerja dengan setengah hati sehingga bisa menjadi pitfall.Disini tentu sangat dibutuhkan involvement dari semua karyawan yang terlibat langsung dengan sistem yang diimplementasikan. Dalam hal ini dibutuhkan empowering dan motivasi dari pihak manajemen. Dari sisi konsultan, biasanya menyediakan konsultan yang berfungsi sebagai angent of change atau biasa disebut dengan change management consultant, bahkan ada baiknya jika sebelum melakukan implementasi dilakukan semacam training team building antara semua team member yang terlibat didalam implementasi termasuk juga pihak konsultan eksternal.

*       Dokumetasi terhadap prosedur implementasi Mayoritas dari proses implementasi SAP adalah merupakan bentuk lain namun memiliki kesamaan dengan proses bisnis re-engineering, dimana disini akan terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam bisnis proses yaitu perubahan sistem yang lama menjadi sistem yang baru yang terintegrasi satu dengan yang lainnya. Untuk hal ini penting sekali dalam membuat dokumentasi dari prosedur yang dilakukan. Dengan dokumentasi maka akan terlihat dengan jelas bisnis proses yang sudah terjadi sebelumnya (history) dan bisnis proses yang baru setelah dilakukan implementasi. Dokumentasi tidak hanya dalam bisnis prosesnya saja tapi juga akan mencakup juga coding-nya dalam hal pemrograman. Semakin lengkap dokumentasi maka akan semakin mudah dan sekaligus semakin singkat waktu untuk implementasi. Dokumentasi tidak hanya penting saat implementasi tapi juga sampai dengan go live dan saat post go live.

*       Lack of Training Pada dasarnya implementasi ERP adalah membuat atau merubah bisnis proses yang kita miliki menjadi satu sistem yang terintegrasi dalam ERP. Hal ini tentu merupakan knowledge yang baru bagi perusahaan sehingga akan dibutuhkan training yang cukup bagi penggunanya dalam hal ini tentu karyawan pada umumnya dan team member dari proyek pada khususnya.

Training ini akan sangat menentukan juga akan kesuksesan dari implementasi ERP yang ada. Training seharusnya dilakukan secara berjenjang dimulai dari team leader yang dilakukan saat proses implementasi oleh yang ahli dibidang produk dan proses dengan mengikuti metode perusahaan dalam melakukan proses bisnis dan dengan mengikut data yang ada di perusahaan. Training berikutnya seharusnya dilakukan kepada populasi yang lebih besar yaitu staf yang akan menggunakan sistem tersebut dan sebaiknya dilakukan sebelum saat ERP masuk ke fase ‘go live’. Ada 3 hal yang sangat penting untuk di training ke para user ERP yaitu: logic and concept dari ERP itu sendiri, feature yang ada dari sistem software ERP itu sendiri dan tentu yang berikutnya adalah hands on training atau praktek langsung dengan menggunakan sistem ERP yang baru. 

*       Project interest oleh hanya satu bagian/departemen saja Hal lain yang juga bisa menghambat implementasi adalah saat dimana hanya satu departemen yang kelihatannya sangat berminat dan support terhadap implementasi ERP ini, misalnya hanya pihak Finance atau IT/IS atau yang lainnya saja. Perlu disadari bahwa sistem ini akan dipakai oleh semua departemen dan tidak hanya satu orang atau satu departemen saja yang butuh untuk mengetahui dan mengiuasainya.

Selain itu jika semua keputusan dalam hal implementasi dilakukan oleh satu pihak dan biasanya oleh pihak IT (information technology) atau IS (information system) saja karena mereka mengganggap merekalah yang paling expert, maka ini juga akan menjadi hambatan yang besar dalam hal implementasi. Perlu disadari bahwa sistem ERP ini adalah satu sistem yang lebih mengarah ke fungsional dimana dipastikan pihak IT atau IS tentulah tidak lebih expert terhadap functional requirement maupun functional spec dibandingkan dengan departemen yang bersangkutan. Masukan dari semua departemen sangat dibutuhkan dalam hal ini.     

*        Expertise dan kredibilitas dari vendor (external konsultan) Salah satu hal juga yang bisa menjadi pitfall dalam proses implementasi adalah expertise dan kredibilitas dari vendor sebagai implementor. Apakah mereka sudah pernah melakukan implementasi sebelumnya dan bagaimana hasilnya. Akan lebih baik lagi jika mereka punya pengalaman melakukan implementasi di industri yang sama dengan perusahaan kita karena secara bisnis proses akan lebih kurang sama dan ini akan memudahkan dalam proses implementasi. Yang lainnya lagi adalah apakah mereka (konsultan/vendor) mengerti issue-issue yang ada di perusahaan dan bagaimana mereka mengadopsi maupun melakukan solving terhadap issue- issue tersebut.

Pada umumnya semakin banyak expertise satu vendor dalam melakukan implementasi dengan sukses di klien mereka maka semakin kredibel-lah sang vendor. Perlu juga untuk diketahui bahwa untuk saat ini ada pembagian vendor ERP berdasarkan expertise-nya di industri tertentu, misalnya sangat expert dan capable di industri farmasi (pharma), Telekom, Manufactur, oil and gas dan mining ataupun yang lainnya. Jadi jika akan melakukan implementasi satu ERP mungkin salah satu kriteria dari vendornya adalah pernah dengan sukses melakukan implementasi di industri yang sama dengan industri kita.

Sebenarnya dalam proses implementasi ada banyak lagi faktor-faktor yang bisa menjadi pifall dalam implementasi sistem ERP, namun yang paling umum dan mayoritas berdasarkan pengalaman kita dilapangan adalah yang diatas. Semoga dengan paparan ini membuat kita bisa lebih siap dalam melakukan implementasi sehingga apa yang di ekspektasikan akan dapat di capai. Semoga bisa membantu dan selamat melakukan implementasi!

Jakarta, 27 April 2006 - tulsan lama yang dirilis ulang.

Penulis saat ini bekerja di PT Kereta Api Logistik sebagai VP HC, Legal dan GA.